Opini: Pemuda dan Politik Bukan hal baru
26 May 2018
Add Comment
Slogan-slogan perubahan nampaknya mulai bertebaran di sana-sini, dari slogan yang serba tanggung sampai slogan yang menggugah. Semua mengejawantahkan keinginan untuk terjun secara “rill” dan berbuat lebih dengan “pengetahuan” yang dimiliki maka semua media publikasi disasar untuk mendulang suara kesepakatan secara massal selaku pendobrak perubahan di masa datang. Tak ayal curi-curi umur menjadi hal yang tabuh, karena semua merasa muda dan semua merasa pantas dengan kapasitas yang menurutnya sudah cukup bin bisa untuk berbuat.
Ini saya kira semacam upaya mendekonstruksi cara pandang lama yang sudah tidak relavan lagi dengan era milenial saat ini. Ya Era Milenial yang melahirkan generasi milenial.
Relevansi cara pandang adalah hanya satu dari sekian asumsi-asumsi yang tersaji di ruang-ruang publik, seperti Kafe dan terutama sekali Warung Kopi yang menjadi pijakan awal diskursus perubahan yang dimotori kaum milenial bermuasal. Nah tentu dari penjudulan yang ada kita perlu membuat semacam gambaran tentang relasi antara peran pemuda dan Tahun politik.
Secara historis peran pemuda dalam mengakselerasi perubahan di Negeri ini merupakan murni gerakan politik. Namun dilain sisi pada masa itu bagi saya mereka paham secara utuh dan mengakar bahwa politik adalah sebagai upaya untuk mendstribusikan keadailan dan hal itu yang justru membuat gerakan pemuda saat itu tumbuh dengan ideologi perubahan yang geloranya terasa sampai sekarang, meskipun peringatan ditanggal 28 oktober itu tak sama hebohnya dengan 25 Desember atau tanggal perayaan lainnya.
Saya atau kita mungkin akan bersepakat bahwa indikator dasar orang terjun dalam politik atau ikut berpolitik adalah mampu berpikir secara konstruktif sebagai upaya memperbaiki keadaan dari level atas kebawah ataupun sebaliknya yang tak konstan. Pertanyaannya adalah kemana muaranya? Jika problem dasar dari perubahan adalah soal cara pandang dan konstekstualitas masa maka pemuda yang memiliki tekad untuk mengaktifkan diri dalam bingkai politik (baca-politik modern) yang melihat bahwa ada keganjilan dari cara politik sekarang ini.
Apakah itu soal ketidakmampuan mendesain Public Policy yang fudamental dan kuat atau generasi sebelumnya masih kental dengan paham oligarki atau bisa jadi juga karena sebab lainnya.
Saat tahun politik tiba tren “berbicara” bahkan “berdebat” soal politik ikut menguat dengan berbagai macam afirmatisasi seakan sudah mengantongi isi pikiran sang kontestan.
Ini semacam kritik bagi kita tapi inilah adanya. Ini bukan soal siapa menjagokan siapa tapi konten bahasan yang perlu dipertajam dengan melihat kemasukakalan janji-janji yang disampaikan sang kontestan. Itulah mengapa disetiap ada kontestasi disitu ada pikiran yang dibawah dan disebarakn agar dapat diuji oleh publik secara utuh atau bahkan secara radikal.
Dalam upaya untuk mengelaborasinya kemampuan untuk mengabstrasikan pikiran untuk terjun secara rill dapat terasah. Dari upaya demikian maka ada modal besar yang akan dapat digunakan untuk bertarung dengan kekuatan arguemntasi dengan cara pandang lama yang belum mampu keluar dari kesepakatan-kesepakatan yang berbau feodalistik yang sekaligus akan menghidarkan perdebatan-perdebatan di Warung Kopi yang tak substantif dan tak bermuara.
Sehingga hanya akan memunculkan anggapan-anggapan yang mungkin akan ditangkap kesimpulan akhir dan selanjutanya akan diteruskaan kepada orang terdekat atau orang lain jika ada dalam lingkaran yang lain.
Ini saya kira semacam upaya mendekonstruksi cara pandang lama yang sudah tidak relavan lagi dengan era milenial saat ini. Ya Era Milenial yang melahirkan generasi milenial.
Relevansi cara pandang adalah hanya satu dari sekian asumsi-asumsi yang tersaji di ruang-ruang publik, seperti Kafe dan terutama sekali Warung Kopi yang menjadi pijakan awal diskursus perubahan yang dimotori kaum milenial bermuasal. Nah tentu dari penjudulan yang ada kita perlu membuat semacam gambaran tentang relasi antara peran pemuda dan Tahun politik.
Secara historis peran pemuda dalam mengakselerasi perubahan di Negeri ini merupakan murni gerakan politik. Namun dilain sisi pada masa itu bagi saya mereka paham secara utuh dan mengakar bahwa politik adalah sebagai upaya untuk mendstribusikan keadailan dan hal itu yang justru membuat gerakan pemuda saat itu tumbuh dengan ideologi perubahan yang geloranya terasa sampai sekarang, meskipun peringatan ditanggal 28 oktober itu tak sama hebohnya dengan 25 Desember atau tanggal perayaan lainnya.
Saya atau kita mungkin akan bersepakat bahwa indikator dasar orang terjun dalam politik atau ikut berpolitik adalah mampu berpikir secara konstruktif sebagai upaya memperbaiki keadaan dari level atas kebawah ataupun sebaliknya yang tak konstan. Pertanyaannya adalah kemana muaranya? Jika problem dasar dari perubahan adalah soal cara pandang dan konstekstualitas masa maka pemuda yang memiliki tekad untuk mengaktifkan diri dalam bingkai politik (baca-politik modern) yang melihat bahwa ada keganjilan dari cara politik sekarang ini.
Apakah itu soal ketidakmampuan mendesain Public Policy yang fudamental dan kuat atau generasi sebelumnya masih kental dengan paham oligarki atau bisa jadi juga karena sebab lainnya.
Saat tahun politik tiba tren “berbicara” bahkan “berdebat” soal politik ikut menguat dengan berbagai macam afirmatisasi seakan sudah mengantongi isi pikiran sang kontestan.
Ini semacam kritik bagi kita tapi inilah adanya. Ini bukan soal siapa menjagokan siapa tapi konten bahasan yang perlu dipertajam dengan melihat kemasukakalan janji-janji yang disampaikan sang kontestan. Itulah mengapa disetiap ada kontestasi disitu ada pikiran yang dibawah dan disebarakn agar dapat diuji oleh publik secara utuh atau bahkan secara radikal.
Dalam upaya untuk mengelaborasinya kemampuan untuk mengabstrasikan pikiran untuk terjun secara rill dapat terasah. Dari upaya demikian maka ada modal besar yang akan dapat digunakan untuk bertarung dengan kekuatan arguemntasi dengan cara pandang lama yang belum mampu keluar dari kesepakatan-kesepakatan yang berbau feodalistik yang sekaligus akan menghidarkan perdebatan-perdebatan di Warung Kopi yang tak substantif dan tak bermuara.
Sehingga hanya akan memunculkan anggapan-anggapan yang mungkin akan ditangkap kesimpulan akhir dan selanjutanya akan diteruskaan kepada orang terdekat atau orang lain jika ada dalam lingkaran yang lain.
0 Response to "Opini: Pemuda dan Politik Bukan hal baru"
Post a Comment